Pendidikan Bahasa Inggris di Pesantren

Pendidikan Bahasa Inggris di Pesantren

MENGGAPAI VISI DENGAN KOMPETENSI BAHASA ARAB DAN INGGRIS

Al-Khoirot memiliki visi mencetak ulama yg berwawasan ilmuwan dan ilmuwan yang berwawasan ulama. Gambaran sederhananya, adalah seorang santri yang menjadi pakar fisika atau dokter spesialis juga bisa mengajar Fathul Muin; dan pakar Tafsir yang bisa membaca jurnal sains berbahasa Inggris terbitan terbaru. Seperti jurnal Nature, Science, The New England Journal of Medicine, dll.

Untuk itu, maka sejak dini sudah dipersiapkan bagi mereka untuk memiliki dua kemampuan yg dianggap penting: kompetensi bahasa Arab (klasik dan modern) dan bahasa Inggris.

Kompetensi bahasa Arab memungkinan mereka dapat membaca dan memahami literatur Islam klasik dalam bahasa aslinya tanpa harus belajar ke perguruan tinggi di Timur Tengah. Lengkapnya literatur Islam klasik yg sudah didigitalisasi saat ini memungkinkan semua orang untuk jadi ulama mumpuni tanpa harus pergi jauh.

Pada waktu yang sama, kemampuan itu sudah memenuhi syarat bagi yang ingin melanjutkan studi ke Timur Tengah seperti Al-Azhar Mesir atau Yaman.

Sementara, kemampuan bahasa Inggris dapat menjadi modal untuk mampu membaca literatur keilmuan umum (sains dan humaniora) dalam bahasa Inggris, bahasa sains yang paling populer saat ini.

Kompetensi bahasa Inggris ini juga dapat digunakan sebagai persyaratan dasar untuk melanjutkan studi ke negara-negara berbahasa Inggris, seperti Amerika, Kanada, Inggris, Australia, dll, tanpa harus ikut kursus bahasa Inggris tambahan.

Penekanan kompetensi bahasa Arab dan Inggris adalah kemampuan membaca dan menulis. Karena itu yg paling diperlukan dalam peningkatan literasi keilmuan. Dengan prioritas ini, maka santri tidak diwajibkan untuk berlatih bicara bahasa asing terus menerus sepanjang hari dan dihukum kalau melanggar, seperti yang terjadi di sejumlah pesantren modern. Bahwa ternyata mereka bisa dan lancar berbicara dalam kedua bahasa itu adalah bonus.

Yang dimaksud ulama dan ilmuwan di sini adalah apabila sudah mencapai level S3 (doktoral) di bidang terkait. Kriteria ini sesuai dengan standar ulama di Timur Tengah di mana ulama yang mumpuni di bidang keilmuan agama umumnya bergelar doktor. Seperti Dr. Wahbah Zuhaili, Dr. Yusuf Qaradawi, Dr. Ali Jumah, Dr. Ahmad Tayyib, Dr. Shauqi Allam, dll.

Begitu juga, kepakaran di bidang sains itu umumnya ditandai dengan pencapaian gelar akademis tingkat doktoral atau Ph.D di sejumlah negara.