Sejarah Pesantren Al-Khoirot
Sejarah Pesantren Al-Khoirotsejak awal didirikan sampai terjadinya tiga kali pergantian pimpinan atau pengasuh. Dari sistem salaf murni sampai sistem kombinasi salaf – modern. Sejak tahun 1963 sampai saat ini.
Tulisan ini dibagi ke dalam dua segmen. Segmen pertama sejak awal pendirian tahun 1963 sampai akhir tahun 2006. Segmen kedua mulai 2007 sampai saat ini yang disebut dengan periode pengembangan program baru dan revitalisasi program lama. Segmen kedua bisa dilihat di sini.
DAFTAR ISI
- PERIODE RINTISAN DAN KONSOLIDASI
- Mendapat Tanah Hibah Untuk Pesantren
- Menentukan Pilihan Lokasi
- Kondisi Masyarakat Karangsuko
- Awal Pendirian Pesantren
- Tahun 1963: Pendirian Pesantren Putra
- Tahun 1964: Pendirian Pesantren Putri
- Tahun 1966: Pendirian Madrasah Diniyah Putra
- Tahun 1970: Pendirian Madrasah Diniyah Putri
- Santri Pertama
- Tahun 1976: Pendirian Madrasah Tsanawiyah
- Tahun 1998: Pendirian Program Kejar Paket A, B, C
- PERIODE Pengembangan Program Baru dan Revitalisasi Program Lama
- [VIDEO] Sejarah Singkat Ponpes Al-Khoirot
AWAL MULA CIKAL BAKAL PENDIRIAN PESANTREN
Awal mula pendirian Pondok Pesantren Al-Khoirot Malang dapat ditelusuri dalam rekam jejak sejarahnya yang penuh dinamika. Hikmah yang dapat diambil dari kisah ini adalah bahwa dengan niat yang tulus dan reputasi yang baik seseorang akan dapat mendirikan pesantren walaupun dengan tanpa modal duniawi yang cukup.
MENDAPAT TANAH HIBAH UNTUK PESANTREN
Pada awal tahun 1960-an seorang dermawan bernama Hj. Siti Ruqoyyah asal desa Bulupitu, kecamatan Gondanglegi, kabupaten Malang datang ke Kyai Syuhud Zayyadi yang waktu itu masih muda dan baru beberapa tahun menikah dengan Nyai Hj. Masluhah Muzakki. Maksud kedatangan Hj. Siti Ruqoyah adalah untuk menawarkan sebidang tanah untuk keperluan pendirian pesantren.
Hj. Ruqoyah memberi tawaran untuk memilih salah satu area tanah yang berlokasi di tiga tempat yaitu di desa Bulupitu, desa Karangsuko, dan desa Jogosalam yang ketiga-tiganya saat itu ikut kecamatan Gondanglegi, MalaNg.
Hibah bukan Wakaf
Kyai Syuhud tidak langsung menerima tawaran tersebut karena Hj. Ruqoyah menawarkan sebidang tanah itu dengan akad transaksi wakaf. Kyai Syuhud menolak pemberian tanah waqaf untuk pesantren karena akan berpotensi kurang baik ke depan.
Karena, tanah waqaf memiliki keterbatasan dalam segi penggunaannya. Misalnya, tanah wakaf untuk pesantren hanya boleh digunakan untuk kepentingan pesantren dan tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi.
Kyai Syuhud baru akan bersedia menerima tawaran tanah tersebut apabila berupa tanah hibah sehingga keluarga pengasuh pesantren nantinya bebas menggunakan tanah tersebut tanpa takut terjadi pelanggaran hukum syariah. Akhirnya, Hj. Ruqoyah menyetujui bahwa tanah yang ditawarkan adalah tanah hibah. Bukan tanah wakaf.
MENENTUKAN PILIHAN LOKASI
Setelah terjadi kesepakatan bahwa tanah yang ditawarkan untuk pesantren itu berupa hibah, bukan wakaf, masalah belum selesai sampai di situ. Ada satu hal lagi yang menjadi pemikiran Kyai Syuhud yaitu lokasi mana dari tiga tempat yang ditawarkan yang paling baik dan manfaat untuk pesantren. Apakah di Bulupitu, Jogosalam atau Karangsuko?
Bagi Kyai Syuhud, pilihan itu bukan keputusan yang mudah diambil. Karena, salah memilih tempat akan berdampak pada masa depan pesantren selanjutnya. Dan bahwa tawaran untuk memilih itu hanya datang satu kali, begitu pilihan sudah diambil dan pesantren sudah didirikan, maka tidak ada lagi titik balik untuk mengurungkan niat. Itulah sebabnya, Kyai Syuhud sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan.
Pandangan Spiritual KH Abdul Hamid Baqir
Untuk itu, Kyai Syuhud sowan pada Kyai Abdul Hamid Bakir bin Kyai Abdul Majid, pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar, Pamekasan, Madura. Dalam hubungan kekerabatan, Kyai Bakir adalah sepupu dari Kyai Syuhud.
Namun bagi Kiai Syuhud, Kiai Bakir bukan hanya sekedar saudara dekat. Kyai Syuhud menganggap beliau sebagai seorang mentor, guru dan sekaligus sahabat dekat yang selalu siap mengulurkan bantuan apapun yang diperlukan baik diminta atau tidak. Kyai Bakir dianggap guru karena beliau adalah putra dari Kyai Abdul Majid, salah satu guru utama Kyai Syuhud. Dalam kultur Madura, putra seorang guru menempati posisi sama dengan guru asal dalam segi pemberian penghormatan dan ta’dzim.
Selain itu, Kyai Bakir dikenal sebagai sosok ulama pejuang dan dikenal memiliki keahlian spiritual yang andal. Itulah sebabnya Kyai Syuhud meminta nasihat spiritual untuk memutuskan lokasi pesantren.
Keputusan Lokasi Pesantren
Ternyata Kyai Bakir tidak memberi keputusan. Beliau hanya menjelaskan sisi positif dan negatifnya dalam perspektif spiritual apabila memilih salah satu dari tiga lokasi di atas. Sedang keputusan terakhir diserahkan kepada Kyai Syuhud.
Setelah mendengarkan tinjauan perspektif spiritual dari Kyai Bakir tersebut, maka Kyai Syuhud memutuskan untuk memilih lokasi di desa Karangsuko, kecamatan Gondanglegi, kabupaten Malang.
Tanah yang berada di desa Karangsuko, kecamatan Gondanglegi, kabupaten Malang ini memiliki luas 10.840 meter persigi atau 1 hektar lebih sedikit. Lokasinya cukup strategis berada di jalan Sumbertaman (sekarang diubah menjadi Jalan Kyai Syuhud Zayyadi).
Di tanah inilah Kyai Syuhud membangun infrastruktur dasar yang diperlukan. Yang pertama adalah rumah untuk pengasuh, musholla untuk putra dan asrama santri putra.
Ket: Peta lokasi Pesantren Al-Khoirot Malang
Lihat juga: PPA Google Business Page
KONDISI MASYARAKAT KARANGSUKO
Kondisi sosial dan spiritual masyarakat Karangsuko pada 1963 boleh dikata cukup memprihatinkan. Walaupun dalam KTP mereka beragama Islam namun dalam praktiknya masih sangat jauh dari spirit syariah Islam. Molimo (5M) masih marak di sana kala itu. Molimo atau 5M adalah singkatan dari minum, madon, madat, main, maling sebuah istilah yang umum dipakai untuk memberi label pada suatu kondisi seseorang atau masyarakat Islam yang jauh dari tuntunan agama.
Jadi, Kyai Syuhud memikul tiga tugas berat sekaligus yaitu membangun infrastruktur pesantren, mendidik santri, dan membina masyarakat Karangsuko terutama yang ada di sekitar pesantren.
AWAL PENDIRIAN PESANTREN AL-KHOIROT
Setelah disepakati oleh kedua pihak yakni Hj. Ruqoyah dan Kyai Syuhud, akhirnya pada bulan Ramadhan tahun 1963, Kyai Syuhud resmi pindah dari Jalan Murcoyo Gondangelgi ke desa Karangsuko dan mendirikan Pondok Pesantren Al-Khoirot untuk putra.
Saat ini, tidak ada niat Kyai Syuhud atau Ny. Hj. Masluhah Muzakki untuk mendirikan pesantren putri. Kepindahan dari Gondanglegi ke Karangsuko pada tahun 1963 ini bersamaan dengan lahirnya putri Kyai Syuhud yang keempat dengan nama Luthfiyah.
Tanah yang dihibahkan oleh Ny. Hj. Ruqoyah Bulupitu sekitar 1 hektar. Untuk pendirikan sebuah pesantren dengan visi ke depan yang dapat menampung banyak santri dan institusi sekolah, maka tanah ini boleh dikakatan tidak begitu luas.
Namun itu sudah cukup. Setidaknya untuk sementara waktu. Karena, saat ini belum banyak santri yang datang untuk mondok dan menuntut ilmu di PPA. Sehingga tanah yang sebenarnya tidak begitu luas itu selain dipakai untuk membuat beberapa kamar asrama putra, madrasah diniyah dan infrastruktur lainnya, masih juga dipakai untuk sebagiannya untuk menanam padi atau jagung.
TAHUN 1963: PENDIRIAN PESANTREN PUTRA
Tahun 1963 adalah tahun bersejarah bagi PPA karena pada tahun inilah mulai berdirinya Pondok Pesantren Al-Khoirot putra. Sejak tahun ini pula sejumlah santri putra mulai berdatangan dan nyantri di PPA.
Beberapa keponakan Kyai Syuhud yang berasal dari Pamekasan, Madura adalah termasuk di antara pasa santri yang datang pertama kali. Mereka antara lain KH. Muhammad Syamsul Arifin, KH. Abdul Jalil, KH. Hefni Thoha dan KH. Hasan Thoha, KH. Syafi’ Baidhowi. Kebanyakan dari mereka adalah utusan KH. Bakir Abdul Majid untuk membantu Kyai Syuhud merintis pesantren yang baru berdiri ini.
TAHUN 1964: PENDIRIAN PESANTREN PUTRI
Tahun 1964 adalah sejarah awal mula berdirinya Pondok Pesantren Al-Khoirot Putri. Pada tahun pertama ini hanya ada dua santri yang belajar. Keduanya berasal dari desa Brongkal yang lokasinya di sebelah selatan desa Karangsuko.
Baca detail: Pesantren Putri Al-Khoirot
TAHUN 1966: PENDIRIAN MADRASAH DINIYAH PUTRA
Pada tahun 1966 adalah sejarah dimulainya program pendidikan agama (diniyah) dengan sistem klasikal yang umum disebut dengan madrasah diniyah disingkat madin. Madrasah diniyah ini oleh Kiai Syuhud diberi nama Annasyiatul Jadidah. Saat ini, madrasah diniyah belum memiliki gedung asrama khusus dan masih bertempat di gedung sederhana dengan dinding bambu dan atap daduk (daun tebu kering). Pada tahun 1967 pembangunan gedung madrasah yang representatif sebanyak enam kelas mulai dibangun.
Pada tahun 1969-1970, pembangunan gedung madrasah diniyah selesai dibangun dan untuk pertama kalinya PPA memiliki gedung sekolah yang sepenuhnya berdinding tembok dan beratap genting.
Madin Annasyiatul Jadidah awalnya hanya mengajarkan agama. Beberapa tahun kemudian ilmu pengetahuan umum pun diajarkan di sini sehingga lulusan madin ini dapat mengikuti ujian persamaan untuk tingkat sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah.
Guru-guru pertama madrasah ibtidaiyah Annasyiatul Jadidah antara lain sebagai berikut: Ustadz Muhammad Syamsul Arifin (Pamekasan Madura), Ustadz Abdul Jalil (Pamekasan Madura), Ustadz Sabiq (Jember), Ustadz Slamet (Kepanjen), Ustadz Rohawi (Karangsuko), Ustadz Mukhtar (Karangsuko).
TAHUN 1970: PENDIRIAN MADRASAH DINIYAH PUTRI
Tahun 1970 adalah sejarah awal mula santri putri dapat menikmati program pendidikan dengan sistem klasikal dengan didirikannya Madrasah Diniyah Annasyiatul Jadidah Putri. Sama dengan madin putra, pada kurikulum yang diajarkan madin putri terdiri dari ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum.
Namun demikian, ilmu agama tetap memegang porsi yang lebih besar. Oleh karena itulah institusi ini diberi nama madrasah diniyah.
SANTRI PERTAMA
Santri pertama Pondok Pesantren Al-Khoirot (PPA) berasal dari antara lain para keponakan Kyai Syuhud dari Madura dan kalangan anak muda yang orang tuanya dulunya pernah belajar pada Kyai Zayyadi Pamekasan Madura, ayah Kyai Syuhud. Berikut santri generasi pertama yang nyantri di PPA Malang sejak 1963 sampai 1964
No |
Nama |
Alamat |
Keterangan |
1 | KH. M. Syamsul Arifin | Pamekasan Madura | Pengasuh Pesantren |
2 | KH. Abdul Jalil | Pamekasan Madura | Guru |
3 | KH. Sabiqul Khoirot | Pamekasan Madura | Guru |
4 | KH. Tohir | Brongkal Malang | Guru |
5 | KH. Abu | Brongkal Malang | Guru |
6 | P. Ponimin | Ampelgading Malang | Wiraswasta |
7 | P. Nasiha/Togimin | Ampelgading Malang | Wiraswasta |
8 | P. Dulla/ Satumin | Ampelgading Malang | Wiraswasta |
9 | Mat Sari | Ampelgading Malang | Wiraswasta |
10 | Mat Saleh | Ampelgading Malang | Wiraswasta |
11 | H. Mustofa | Ampelgading Malang | Wiraswasta |
12 | Saturi | Ampelgading Malang | Wiraswasta |
13 | KH. Abd. Rohman | Ampelgading Malang | Pengasuh Pesantren |
14 | Habib Hasyim Syihab | Brongkal Malang | Wiraswasta |
15 | Habib Ali | Jakarta | Wiraswasta |
16 | Mas’ud | Bangkalan | Wiraswasta |
17 | Sulaiman | Jember | Wiraswasta |
18 | Toha | Brongkal Malang | Guru |
TAHUN 1976: PENDIRIAN MADRASAH TSANAWIYAH
– Mendirikan pendidikan formal Madrasah Tsanawiyah dengan Kepala Sekolah Habib Abdurrahman Al-Hamid. Lembaga ini tidak bertahan lama. Pada tahun berikutnya, tahun 1977, lembaga ini ditutup karena kekurangan dana dan sumber daya manusia (tenaga pengajar).
Pada saat itu, Kyai Syuhud Zayadi dan Kyai Amin Hasan (yang saat itu masih sekolah SMP) sendiri mengisi beberapa mata pelajaran.
TAHUN 1998: PENDIRIAN PROGRAM KEJAR PAKET
– Pendirian program wajib belajar sistem kejar paket. Paket A untuk SD, Paket B untuk SMP, dan paket C untuk SMA. Ijazah sistem paket ini diakui negara dan lulusannya dapat melanjutkan ke jenjang berikutnya baik sekolah negeri atau swasta. Program ini untuk memungkinkan para santri untuk terus belajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
– Pada tahun 2009 program Kejar Paket A, B, C ini dihentikan bersamaan dengan dimulainya program pendidikan formal Madrasah Tsanawiyah (MTS) dan Madrasah Aliyah (MA).
TAHUN 2007 SAMPAI SEKARANG: PENGEMBANGAN DAN REVITALISASI PROGRAM
Sejak tahun 2007, dilakukan pengembangan program baru dan revitalisasi program lama. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatan daya kompetitif pesantren dan kualitas santri peserta didik. Dengan cara membentuk program baru seperti Tahfidz Quran, bahasa Arab modern, santri dewasa, santri kilat, TPQ Qiraati dan revitalisasi program yang sudah ada yakni Tahsin Al Quran, kajian kitab kuning dan madrasah diniyah. Baca detail: Periode Pengembangan dan Revitalisasi Program
[VIDEO] SEJARAH SINGKAT PONPES AL-KHOIROT
Sejarah singkat PPA dalam video ini dibawakan oleh santri Al-Khoirot dalam acara pentas seni dan Wisuda Siswa MTS MA dan Madrasah Diniyah tahun 2012.
Untuk versi pdf dari artikel ini, klik di sini: Sejarah Pondok Pesantren Al-Khoirot